Jangan menyesali cinta yang datang menyapa hatimu
Meski kamu tak bisa memiliki objek cintanya
Satu hal yang perlu kamu syukuri
Bersyukurlah atas kebahagiaan yang kamu rasakan ketika rasa itu datang
Meski hanya sesaat

Sabtu, 27 April 2013

justwriting

Kapan kau merasa ingin sendiri?
Kapan kau merasa ingin menghilang?
Dan kapan kau merasa ingin mati?
Lihatlah ke atas, kawan.
Ya, di atas saat kau berdiri di beranda rumahmu.
Kanopi bumi terbentang seluas-luasnya mata memandang
Lebar, besar, megah
Tanpa cacat
Dihiasi dengan kapas-kapas putih pengumpul uap
Keindahan kanopi bumi makin memikat
Rentangkan kedua tanganmu, kawan
Biar, biarkan teriknya sinar mentari menyengat kulitmu
Pejamkan matamu
Dan hirup udara langit di tengah bacinnya udara dunia
Biarkan kulitmu terangkat oleh sengatan mentari
Toh, ia tidak akan mengambil roh mu
Jiwa mu
Hasrat mu
Impian mu
Dan keinginanmu untuk mati
Tidak, ia tidak akan mengambil itu
Biarkan jiwamu tetap berdiri disitu
Di depan beranda rumahmu
Tetap memjamkan mata
Tetap membentangkan tangan
Tetap berusaha menghirup udara langit 

Selasa, 16 April 2013

Kembali Berpikir



Kembali aku menulis. Kembali aku berpikir tentang apa yang sudah aku pikirkan selama ini tentang dia. Lewat tulisan seperti ini. Lewat kata-kata seperti ini, aku tahu. Aku tahu betapa aku memang sangat mengaguminya. Dan lewat tulisan serta kata seperti ini pula aku tahu. Aku tahu bahwa tak ada timbal balik atas perasaanku ini. Aku sendiri. Ya, hanya aku seorang yang merasakannya. Maksudku, antara kami. Ya, wajar. Karena memang tidak ada apa-apa dan mungkin tidak akan pernah ada apa-apa diantara kami, kini dan nanti.
Susah memang untuk menyudahi dan menghilangkan rasa yang sudah melekat sejak kali pertama kami bertemu dua setengah tahun silam. Namun, sekali lagi mungkin aku harus menyadarkan diriku sendiri dengan sekuat tenaga bahwa ‘mungkin’ apa yang aku inginkan selama ini tak kan pernah terwujud meski ku tahu bahwa jodoh, hanya Allah yang tahu.

Ah, disaat seperti ini aku ingin berbagi dengan seseorang. Namun, bibir ini seakan terkunci saat ku akan membaginya kepada teman. Aku tidak mau. Mungkin, menyimpannya sendiri dan membaginya lewat tulisan cukup membuatku puas. Ya, cukup.
Yang aku harapkan kini adalah aku ingin selalu bisa melihatnya menyunggingkan senyum, entah untuk siapapun itu. Meski bukan buatku. Yang terpenting adalah, aku tak ingin senyumnya pudar menghiasi wajahnya. Ya, kini baru itu keinginanku. Ehm, tepatnya, ku paksakan diriku untuk tak berharap lebih. Entah nanti. Mungkin harapanku untuk ya, dapat lebih dari sekedar melihat senyumannya, tak dapat lagi dibendung~