Jangan menyesali cinta yang datang menyapa hatimu
Meski kamu tak bisa memiliki objek cintanya
Satu hal yang perlu kamu syukuri
Bersyukurlah atas kebahagiaan yang kamu rasakan ketika rasa itu datang
Meski hanya sesaat

Sabtu, 12 November 2011

Hanya, Tak Bisa Memiliki


Hahahaha... Aneh ya judulnya? Tua banget kesannya. Ya, maklumlah... Gue paling nggak bisa kalo suruh buat judul. Ntah tuh judul sinkron sama cerpennya apa nggak :(

Hari ini adalah hari pertama Andika sebagai siswa kelas XII SMA. Dia merasa bahagia sekali dengan status barunya tersebut. Bukan karena dia ingin cepat lulus. Tapi terlebih pada suatu hal pribadinya tentang, Cinta Sejati, seperti yang selama ini teman-temannya katakan padanya. Seusai memarkir motor maticnya, Andika tidak langsung pergi menuju ruang kelasnya, namun terlebih dahulu ia menghampiri seseorang yang juga baru memakirkan kendaraan roda duanya.
“Hai, Vanessa.” Sapa Andika.
Gadis penyuka warna hijau itu hanya tersenyum singkat sambil menatapnya datar.
“Gimana kabarnya? Libur semesteran kemarin, kita udah lama ya nggak ketemu?” tanya Andika.
“Baik.” Jawab Vanessa, singkat.
“Ng... Oh iya, kamu masuk kelas mana sekarang?”
“Sebelas IPA 1, Kak.” Jawab Vanessa, datar. Andika menjadi salah tingkah karena sikap Vanessa yang aneh dan cenderung cuek padanya. Padahal sebelum libur semester lalu, sikap Vanessa biasa-biasa saja padanya. Andika memang sudah lama menyukai adik kelasnya itu, tepatnya saat kelas dua SMP. Namun, Andika baru berani mendekati adik kelasnya itu, saat Vanessa resmi menjadi adik kelasnya kembali di SMA nya. Masa pendekatan yang ia jalani selama kurang lebih satu tahun itu mendapat respon yang biasa-biasa saja dari targetnya. Hal inilah yang terkadang membuat Andika ragu dengan perasaan Vanessa padanya. Kadang, dia merasa bahwa cintanya akan terbalas, namun di lain sisi saat Vanessa bersikap cuek seperti ini, dia jadi ragu dan takut jika Vanessa tidak menyukainya. Sempat terpikir olehnya untuk segera ‘menembak’ adik kelasnya itu, namun dia memikirkan saran dari teman-temannya yang bilang bahwa dia harus melakukan PDKT yang lama dengan cewek itu. Karena seperti yang semua orang ketahui di sekolah itu, Vanessa merupakan cewek paling cantik di sekolah, selain itu dia juga pintar dan aktif dalam berorganisasi. Yang lebih penting, sudah pasti banyak cowok yang juga sedang menunggu cintanya.
“Pokoknya, elo harus mastiin dulu kalo Vanessa emang suka sama lo. Elo tahu kan, kalo yang ngejar-ngejar cintanya itu bukan cuma elo? Nah, maka dari itu, sebagai teman yang baik, gue cuma nggak pengin liat lo kecewa, man. Kalo elo udah benar-benar yakin Vanessa juga punya feel yang sama kayak lo, baru lo boleh ‘nembak’ dia.” Ujar Bima setelah Andika menceritakan tentang sikap Vanessa pagi ini padanya.
“Oke. Tapi sampai kapan? Kata lo, harus nunggu gue kelas tiga dulu. Keburu dia diambil orang, nih!” Protes Andika.
“Sabar kenapa, boy! Gue kasih tau ya, yang namanya mencari cinta sejati itu nggak instan. Butuh banyak pengorbanan, termasuk pengorbanan waktu!”
“Iya, tapi apa nggak kelamaan gue PDKT satu tahun?”
“Kelamaan sih...”
“Cocok kalo gitu! Berarti, hari ini juga, gue harus ‘nembak’ dia!” ujar Andika, semangat.
“Elo yakin?” tanya Bima.
“Harus yakin!”
“Yaudah deh, terserah elo. Gue hanya bisa berharap, semoga hasilnya nggak buat lo kecewa ya, bro!”
Andika tersenyum lebar, seakan-akan dia akan mendapatkan apa yang diimpikannya selama ini.
∞∞∞
Bel tanda istirahat pertama, berbunyi. Dengan semangat, Andika berlari menuju ruang kelas sebelas IPA 1.
“Tunggu, Dik!” tiba-tiba Bima memanggil, menghentikan langkahnya.
“Apa?”
“Nih, elo lupa bawa cokelatnya.” Bima menyerahkan cokelat berbentuk love berbalut kertas kado berwarna hijau dan dikelilingi pita yang berwarna senada.
“Ya ampun, iya gue lupa! Thank’s ya, Bim!”
Good Luck, ya!”
Andika melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda tadi. Dengan sesekali melihat cokelat yang ada di tangannya, Andika yakin bahwa Vanessa akan menerima cintanya.
“Selama ini hubungan kita sudah hampir dekat, Ness. Bahkan, sudah bisa dibilang kalau kita punya hubungan spesial. Namun, karena belum ada yang berani jujur di antara kita, hubungan ini seperti hambar bagi gue. Gue yakin, kalau gue akan memenangkan hati lo, Nessa.” Batin Andika.
“Hei, ada Vanessa nggak?” tanya Andika pada salah seorang cewek yang ditemuinya baru keluar dari kelas yang dituju.
“Kak Andika?” Tiba-tiba Vanessa muncul dari belakang cewek yang Andika tanyai. Spontan, cewek itu berlalu meninggalkan Andika tanpa memberi jawaban padanya.
“Hai, Ness!” sapa Andika, gugup. Kedua tangan yang ia gunakan untuk memegang cokelat, ia sembunyikan di belakangnya.
“Ada apa, Kak?” tanya Vanessa, bingung.
“Ng... Gue, gue mau ngomong sesuatu.”
Vanessa merasa ada sesuatu yang aneh dari sikap Andika. Diam-diam, dia mengintip sesuatu yang disembunyikan Andika. Dan saat dia tahu bahwa itu cokelat, perasaannya langsung tidak enak. Sepertinya dia tahu, hal yang akan dibicarakan Andika.
“Oh, yaudah. Kalau gitu, kita ngobrolnya di taman belakang sekolah aja yuk, Kak.” Vanessa berharap jika Andika mau mengikuti sarannya itu.
“Nggak usah, Ness. Kakak mau ngomongnya disini...” tolak Andika. Raut wajah Vanessa langsung berubah kuyu. Sekarang, gantian dia yang merasa gugup. Di perhatikannya sekelilingnya yang ramai anak-anak berlalu lalang maupun mengobrol.
“Tap... Tapi...” Vanessa masih berusaha merayu, namun gagal. Dia tidak bisa melanjutkan kata-katanya, karena tiba-tiba Andika mengeluarkan sesuatu yang sejak tadi ia sembunyikan.
“I love you, Vanessa...” ujar Andika, yang menarik perhatian di sekeliling mereka. Wajah Vanessa memerah.
“Kakak udah lama suka sama kamu. Kamu... Kamu mau nggak, terima cinta kakak? Kalo iya, kamu ambil cokelat ini, kalau nggak, kamu buang aja cokelatnya.” tanya Andika sambil menyodorkan coklatnya. Spontan, keadaan di sekeliling mereka yang tadinya ramai, menjadi semakin ramai oleh celetukan dan komentar masing-masing.
“Terima aja, Ness!” ujar Poppy, salah satu teman sekelas Vanessa.
“Iya Ness, terima aja!” ujar Miko. Sontak, seluruh anak-anak yang menonton adegan tersebut bersorak bersamaan, “Terima! Terima! Terima!”. Andika menjadi besar hati dan optimis jika Vanessa akan menerima cintanya. Namun, Vanessa sendiri merasa agak risih dengan keadaan ini.
“Aku benar-benar sayang sama kamu, Ness...” ujar Andika, yang belum mendapatkan jawaban apapun dari Vanessa. Vanessa bingung.
“Apa aku harus jawab sekarang, Kak?”
Andika terkejut.
“Kenapa nggak? Tapi, kalau kamu mau minta waktu untuk memikirkan semua ini nggak apa-apa, kakak ngerti. Kapan, Ness?” jawab Andika.
“Besok, Kak.” Jawab Vanessa gugup dan berlalu meninggalkan Andika dalam kebingungan.
∞∞∞
Ya. Hari yang di tunggu-tunggu Andika selama kurang lebih empat tahun ini akhirnya datang juga. Hari dimana Andika akan menemukan cinta sejatinya, yaitu Vanessa, gadis yang selama ini dicintainya. Andika menatap kagum pada gadis yang berdiri gugup namun tetap anggun di depannya ini.
“Hari yang aku tunggu selama ini akhirnya datang juga ya, Ness? Kamu tahu nggak apa yang aku rasain sekarang?” tanya Andika. Vanessa menggeleng, tanpa ekspresi.
“Aku ngerasain senang banget. Kayaknya di hati aku ini udah penuh dengan nama kamu.” Raut wajah Vanessa langsung berubah kesal karena dia merasa digombalin oleh Andika.
“Maaf kalo aku agak gombal. Hehehe...” ujar Andika.
By the way, kayaknya sekarang udah waktunya kamu untuk jawab, Ness. Kamu ambil jika kamu terima, atau kamu buang jika kamu tolak.” Lanjut Andika sambil menyodorkan cokelat yang khusus dibuatnya untuk gadis pujaannya itu. Vanessa menebarkan pandangan ke sekelilingnya yang sudah mulai ramai menghinggapi mereka. “Terima! Terima! Terima!” sahut mereka. Vanessa menundukkan kepalanya sejenak.
“Aku... Aku...” Vanessa masih ragu. Semua yang berada di sekeliling Andika menjadi ikutan gugup.
“Jangan terima, Ness...” batin semua laki-laki yang melihat adegan tersebut penuh harap.
“Aku...” Kalimat Vanessa masih menggantung.
Tiba-tiba Vanessa mengambil cokelat dari tangan Andika. “Aku terima Kak Andika jadi pacar aku sekarang.” Ujar Vanessa disambut perasaan lega Andika.
“Yaaah... “ keluh semua siswa laki-laki, kecewa.
Thank’s ya, Ness.” Ujar Andika, senang dan tanpa menghiraukan komentar-komentar yang lainnya. Vanessa menanggapinya tanpa ekspresi.
∞∞∞
Congrats ya, bro!” ujar Bima.
Thank’s, Bim. Ini semua juga berkat bantuan lo. Nggak sia-sia juga gue deketin dia selama setahun ini. Hehehe...”
“Oke. Jadi kapan nih elo mau first date sama dia?”
“Ah... Belum tahu gue. Belum mikirin yang kayak gitu.” Jawab Andika, malu.
“Hahaha... Oke, oke.”
Bel tanda jam pelajaran hari ini usai, berbunyi.
“Yaudah deh, gue balik dulu ya, Bim. Sama ‘teman’ baru...” ujar Andika, senang.
“Hahaha... Oke, deh ojek baru! Hahaha...” goda Bima.
“Nggak masalah jadi ojek baru, yang penting penumpangnya cantik! Hahaha...” jawab Andika sambil berlalu menuju kelasnya Vanessa.
Dengan sigap, Andika menghampiri Vanessa yang baru saja keluar kelas bersama teman-temannya.
“Hai, Kak Dika... Mau pinjam Vanessa, ya?” goda Poppy. Vanessa hanya menunduk.
“Hehe... Iya nih, kalo boleh gue mau antar dia pulang.”
“Ya boleh banget lah, Kak. Namanya juga new couple. Iya nggak, Pop?” ujar Farah pada Poppy. Poppy menggangguk semangat. Andika semakin besar hati karena sikap sahabat-sahabatnya Vanessa yang ‘terbuka’ padanya.
“Maaf, Kak. Hari ini, kita nggak bisa pulang bareng.” Ujar Vanessa yang sontak membuat Andika kecewa.
“Kenapa?”
“Karena... Karena aku udah janji duluan tadi sama Farah mau ke rumahnya dan aku mau pulang bareng mereka.” Jawab Vanessa, ragu. Farah terkejut mendengar jawaban temannya itu. Andika menatap Farah, bingung. Farah langsung menjadi salah tingkah.
“Eh... i, iya Kak. Farah lupa! Hari ini ada acara di rumah dan tadi Poppy sama Vanessa udah janji akan ke rumah bareng aku, Kak. Kebetulan hari ini aku bawa mobil.” Ujar Farah, gugup. Poppy yang merasa aneh dengan ucapan Vanessa dan Farah, menjadi ikutan bingung.
“Kalian ngomongin apa, sih? Emang di rumah lo ada acara apaan, Far?” tanya Poppy bingung.
“Aduh, Poppy... Pasti pelajaran kimia tadi buat otak lo jadi error, deh sampai elo lupa sama acara di rumah gue hari ini?” jawab Farah salah tingkah sambil mengedipkan matanya pada Poppy. Poppy bertambah bingung.
“Udah deh, dari pada lo nanti jadi gila, mending nggak usah dipaksa otak lo buat inget. Hahaha...” ujar Farah yang khawatir jika Poppy akan membuka mulut lagi.
“Oh... Yaudah, deh kalo gitu. Nggak apa-apa. Tapi nanti, kalo kamu mau pulang dari rumah Farah, sms aku aja, ya? Biar aku jemput!” ujar Andika yang dibalas dengan senyuman singkat oleh Vanessa.
“Makasih, Kak. Kalo gitu, aku duluan, ya!” ujar Vanessa dan berlalu meninggalkan Andika yang sedikit kecewa.
“Elo kenapa sih, Ness?” tanya Farah, heran.
“Iya, nih. Acara apaan lagi?” sahut Poppy.
Sorry ya, kalo gue udah buat kalian harus bohong sama Kak Dika.”
“Iya, tapi kenapa? Kenapa elo harus nolak tawaran dia dan kasih alasan yang nggak benar?” selidik Farah.
“Karena... Karena gue mau pulang sama Shane.” Jawab Vanessa, gugup.
“Hah?! Maksud lo, Shane yang anak baru pindahan dari Amrik itu?” tanya Farah. Vanessa mengangguk.
“Kenapa? Kok sama dia? Kan cowok lo Kak Dika, bukan si bule itu.” Sahut Poppy. Belum sempat Vanessa menjawab, tiba-tiba Ninja R merah berhenti di depan mereka.
Come on!” ujar cowok yang duduk di atas motor tersebut. Farah dan Poppy bingung, pada siapa cowok itu berbicara. Namun, kebingungan mereka seketika sirna karena Vanessa sudah duduk di belakang cowok itu.
“Gue duluan, ya!” ujar Vanessa. Farah dan Poppy bertambah bingung dengan sikap sahabatnya itu.
∞∞∞
“Malam, Ness...” sapa Andika via telepon genggamnya.
“Malam, Kak...” jawab Vanessa.
“Lagi ngapain?” tanya Andika.
“Lagi belajar, Kak. Soalnya besok mau ada freetest matematika.”
“Oh... Aku ganggu, ya?”
“Nggak, sih.” Jawab Vanessa, singkat.
“Oh... Yaudah, deh. Kamu lanjutin aja belajarnya. Aku nggak mau ganggu pacar yang aku sayang ini lagi belajar.” Ujar Andika.
“Iya, Kak. Makasih.”
‘Klik’
Telepon terputus.
“Siapa?” tanya Shane pada Vanessa.
“Kak Andika.”
“Gimana perasaan kamu yang sebenarnya ke dia?”
“Aku... Biasa aja, Shane.”
“Kalau sama aku?” tanya Shane, menatap mata Vanessa dalam-dalam.
“Kamu kenapa sih masih tanya itu lagi ke aku? Kamu sendiri kan udah tahu jawabannya kalau perasaan aku ke kamu cuma sebatas sahabat. Kita itu udah berteman dari kecil, Shane dan aku sama sekali nggak ada perasaan yang lebih ke kamu kecuali teman.” Jawab Vanessa.
Okay fine, aku tahu perasaan kamu, Ness. Bahkan aku lebih tahu dari pada diri kamu sendiri.” Ujar Shane dengan logat Indo yang masih kentara.
“Maksud kamu?” Vanessa terperangah mendengar ucapan Shane.
“Sekarang aku balik tanya ke kamu. Tadi kamu bilang kalau perasaan kamu ke Andika biasa saja, tapi kenapa kamu terima cintanya dia?”
“Ak... Aku, aku...” Vanessa tidak tahu ingin menjawab apa, karena kalaupun dia berbohong, Shane pasti tahu alasannya yang sebenarnya.
“Karena kamu ingin menghindar dari aku, kan?” lanjut Shane. Vanessa diam.
“Dengar, Ness. Aku tahu perasaan kamu ke aku yang sebenarnya. Dan aku tahu prinsip kamu dari dulu yang tidak akan pernah menjalin hubungan spesial dengan sahabat kamu sendiri. Tapi, prinsip kamu itu salah besar kalau hal tersebut membuat hati kamu sakit.”
“Aku cuma mau membuka hati kamu lebih lebar lagi buat aku, Ness. Karena aku tahu, kamu sama sekali nggak suka atau cinta dengan Andika. Benar, kan?” lanjut Shane. Mata Vanessa mengeluarkan satu per satu air matanya. Jujur. Dia sangat bingung ingin menjawab apa. Diakuinya, jika dia memang tidak memiliki perasaan apapun pada Andika. Dia tahu, jika selama setahun ini Andika sedang mendekatinya. Dan pada saat ‘penembakan’ itu tiba, dia hanya bisa menerima pacar barunya itu karena kasihan dan pengalihan. Pengalihan dari rasa sayangnya kepada Shane selama ini.
“Aku... Aku nggak bisa jawab ini sekarang, Shane.” Jawab Vanessa dan langsung berlari meninggalkan Shine yang sesungguhnya, butuh jawaban itu sekarang.
∞∞∞
Pagi ini merupakan pagi paling spesial dalam hidup Andika. Karena saat ini, gadis yang paling dia cintai itu sedang duduk di belakang jok motor maticnya. Inilah kali pertama Andika menjemput Vanessa ke sekolah selama mereka berpacaran.
“Gimana persiapan buat freetest matematikanya hari ini?” tanya Andika, membuka percakapan.
“Lumayan, Kak.”
“Guru matematika di kelas kamu siapa, sih?” tanya Andika sekenanya, karena dia bingung menentukan bahan obrolan apa.
“Pak Joni, Kak.”
“Oh... Kalau Pak Joni susah ‘tuh!  Pelit sama nilai. Tapi, kalau kamu sih, aku yakin dapat nilai sempurna.” Ujar Andika saat melewati gerbang sekolah.
“Amin, Kak.”
Saat mereka turun dari motor dan bersiap berjalan keluar dari ruang parkir, tiba-tiba ada seseorang memanggil nama Vanessa. Dan orang itu adalah, Shane.
“Shane?” gumam Vanessa.
“Hai, Andika. Kenalin, gue Shane.” Ujar Shane sambil menyodorkan tangannya pada Andika.
“Oh, elo murid baru pindahan dari Amrik itu, kan? Kok elo tahu nama gue?” tanya Andika sambil menjabat tangan Shane.
“Gue baca name tag lo.”
“Oh... Elo kenal sama Vanessa?”
“Jelas kenal, lah. Dia kan pacar gue.” Jawab Shane, ringan. Vanessa dan Andika terperangah mendengar ucapan Shane itu.
“Apa maksud lo?” tanya Andika, marah.
“Asal lo tahu, ya? Gue dan Vanessa saling mencintai dari kita kecil. Vanessa itu nggak pernah suka sama lo. Dan kemarin dia terima elo buat jadi cowoknya karena dia kasihan sama lo!” jawab Shane. Emosi Andika terpancing dan berusaha menyerang Shane, namun lekas dicegah oleh siswa lain yang berada di sekeliling mereka. “Cukup!” jerit Vanessa. Andika tiba-tiba tersadar oleh sesuatu dan dia langsung menatap tajam pada Vanessa.
“Apa benar yang diomongin cowok ini?” tanya Andika. Vanessa diam.
“Jawab yang jujur, Ness.” Pinta Andika. Vanessa mulai menitikkan air mata.
“Vanessa?” tanya Andika sambil menyentuh kedua bahunya.
“Maafin aku, Kak.” Jawab Vanessa sambil menangis. Andika tidak terima dengan semua ini. Dia merasa marah dan kecewa. Tapi dia tidak tahu harus marah dengan siapa. Vanessa dan Shane saling mencintai, justru dirinyalah yang mengganggu hubungan mereka.
“Aku minta kita putus Kak...” ujar Vanessa. Dinding-dinding harapan Andika pada cintanya Vanessa runtuh seketika. Kali ini harus diakui bahwa baru pertama kalinya dia menangis karena wanita. Setetes demi setetes, air mata itu berhasil keluar dari pelupuk matanya. Sakit.
“Ka... kamu serius?” yakin Andika. Vanessa mengangguk lemah. Andika merasa ingin menjerit dan menangis kuat-kuat, namun dia sadar dia tidak mungkin melakukan itu. Maka dengan sekuat tenaga, dia menahan emosinya itu dan mencoba untuk tegar.
“Oke, kalo itu mau kamu. Aku juga nggak bisa maksa kamu untuk suka sama aku. Dan buat elo, gue sebenarnya nggak rela diputusin gini sama Vanessa, tapi karena rasa sayang gue yang begitu besar ke dia, gue nggak boleh egois dengan memaksakan dia buat cinta sama gue. Gue cuma minta satu hal sama lo, jaga dia.” Ujar Andika lalu berbalik pergi meninggalkan mereka berdua, ruang parkir dan kepedihan yang ia rasakan meski tidak mudah.
“Selama ini gue salah dalam mengerti sikap dia ke gue. Gue terlalu berharap agar dia suka sama gue. Namun, harapan itu pulalah yang buat hati gue hancur. Tapi gue nggak menyesal dengan perasaan gue ke dia. Karena justru hal ini membuat gue semakin mengerti arti cinta yang sesungguhnya.”
∞∞∞

Sabtu, 05 November 2011

bersujud penuh cinta pada-Mu


Beduk takbir berkumandang. Aku sedang menatap barisan huruf, angka dan simbol serta layar sebuah komputer lipat. Jariku terus bergerak menuliskan kalimat yang terdaftar di pabrik kata dalam kepalaku. Kata-kata yang berasal dari ungkapan hati seorang anak hawa. Ya. Aku galau.
Tapi, sejenak aku tersentak. Aku bingung. Aku tidak tahu mengapa aku bisa mengatakan bahwa aku galau. Sedangkan, arti dari kata galau itupun aku tak mengerti. Pabrik kata di kepalaku tidak memberikan penjelasan yang berarti mengenai Galau itu.
Aku terdiam. Merenung seorang diri. Bukan. Bukan memikirkan arti galau itu. Namun, merenung memikirkan nasib percintaan sahabat-sahabatku yang serumit labirin.
Begitu banyak problematika kehidupan romansa di dunia ini. Begitu banyak tangis yang tercipta dan air mata yang terbuang dengan penuh makna karena cinta. Begitu banyak hati hati yang tersakiti dan terluka karena cinta. Sungguh ironi nasib cinta dibalik kebahagiannya.
Aku tetap termenung. Mendengar sayup-sayup suara takbir. Mengetahui nasib jatuh bangunnya sahabat-sahabatku karena cinta yang tidak seberapa dan sesaat. Tiba-tiba, keinginanku untuk memiliki cinta sejati itu terbit. Aku ingin memiliki cinta sejati dari Sang Maha Pencipat Cinta. Wallahu Rabbi.  Aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Dan aku, ingin bersujud penuh cinta pada-Mu.