Jangan menyesali cinta yang datang menyapa hatimu
Meski kamu tak bisa memiliki objek cintanya
Satu hal yang perlu kamu syukuri
Bersyukurlah atas kebahagiaan yang kamu rasakan ketika rasa itu datang
Meski hanya sesaat

Rabu, 31 Oktober 2012

Selamat Malam


Semua masih abu-abu. Samar. Kalaupun ku paksakan, antara warna putih yang ku analogikan sebagai ‘iya’ dan hitam sebagai ‘tidak’, tentu menurutku warna hitam masih mendominasi, meski ada secercah harapan bahwa warna putih masih terlihat. Jadi, lebih baik ku katakan jika semuanya masih abu-abu. Samar dan belum bisa ditebak arahnya.
Ya Allah, Segala Puji bagi-Mu Tuhan Yang Maha Esa dan Agung, juga Maha Segala-galanya. Pertama, terima kasih. Terima kasih telah memberikan semuanya. Semua yang tercurah dari hati ini bersama keindahan-Mu. Kedua, ketiga dan seterusya akan mengalir dalam doa-doaku.

Aku sudah merasakannya sejak tiga hari yang lalu. Tapi, sepertinya tidak mungkin. Aku masih sangat belum yakin dan belum berani menyimpulkannya. Rasa takut itu muncul kembali. Berkelebat bersama rasa-rasa lain antara senang juga ragu.
Aku sudah mempersiapkan diri untuk diam dan memantapkan diri untuk mengenyahkan semuanya. Membuang semua yang selama ini mengakar dalam hati. Namun, semakin aku meyakinkan diri, aku merasa semakin lemah. Keyakinanku untuk merubah arah perahu layar yang selama dua tahun ini ku biarkan berlayar ke arahnya, kalah hanya karena lagi-lagi nama itu kembali terngiang. Memekik dalam telingaku. Menyuruh otakku untuk menulisnya kembali dalam media apapun, baik secara langsung maupun dengan penyamaran menggunakan kode.
Mataku terasa panas saat aku mendengarnya bicara begitu. Bicara mengomentari sikap ‘setengah perjalananku’ untuk merubah arah layar. Meski aku tampak tak peduli, namun entah, mataku terasa panas dan memaksa untuk mengeluarkan sebulir, dua bulir. Tidak. Aku harus tetap mantap memegang kemudi ini dan melanjutkan ‘setengah perjalanan’ku tadi.
Berada dalam jarak yang tak begitu jauh justru membuatku semakin sulit melawan arah angin yang kembali memaksaku untuk berlayar ke arahnya. Baik, baik. Aku menyerah. Aku memang belum bisa melakukannya. Jujur, hatiku pun masih condong kesana.
Aku merasa ada yang berbeda. Aku merasa ia mulai ‘terbuka’. Ah, atau hanya perasaanku saja? Aku  masih belum berani menyimpulkannya. Takut, aku akan menelan pil pahit lagi.
Setiap kata-katanya, baik verbal maupun tidak, ku simpan rapi dalam sebuah bungkusan kecil yang kuletakkan di suatu tempat bernama hati. Itu semua pertanda, bahwa aku masih menyimpan sesuatu yang sulit sekali ku ucapkan padanya. Namun, biarlah waktu-Mu yang akan melakukan sebagaimana mestinya.
Aku tidak tahu ia akan membacanya atau tidak. Aku pun tidak tahu ia akan mengerti semua yang tertulis atau tidak. Yang aku tahu, aku akan selalu menulisnya, meski kadang diselingi dengan rasa bosan, jengah dan ingin marah, namun tetap tak melunturkan semangatku untuk menuliskannya.
Dan akhirnya kuucapkan,
Selamat malam dan selamat tidur buat dia yang selalu ku tulis J

Minggu, 28 Oktober 2012

AMATIR

Aku bukanlah seorang penyair
Bukan pula seorang yang puitis
Aku hanya seorang Amatir yang senang mengungkapkan apa yang aku rasa lewat segelintir kata-kata

Aku bukan seorang yang aktif
Bukan pula seorang yang pintar berbicara dihadapan orang
Aku hanya seorang Introvert yang hanya senang berbicara jujur dengan orang yang benar-benar tahu akanku

Aku bukanlah seorang pekerja keras
Bukan pula seorang yang selalu beruntung
Aku hanya seorang yang naif, selalu dan selalu mengharapkan sesuatu yang bersifat ilusi yang aku sendiri pun tahu jika hal itu tak akan pernah berubah menjadi nyata

Apa menurut orang lain aku begitu menyedihkan?
Apa menurut orang lain aku begitu berlebihan?
Aku hanya ingin diam dan menerbangkan angan serta pikiranku ke alam lain
Alam dimana yang pasti aku mendapatkan apa yang aku inginkan sejak dua tahun terakhir
Alam ilusi

Biarlah aku menutup kedua mataku sejenak
Masuk ke alam ilusi dan bertemu dengannya disana
Menyatukan semuanya
Hingga aku benar-benar sadar, bahwa kegilaanku haruslah lekas usai...

cerita dulu

Masuk ke dimensi lain. Melihat masa lalu. Masa lalu dan masa lalu lagi. Hingga masa lalu dimana aku baru direncanakan.
Mereka tampak bahagia. Sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara. Merajut tali cinta yang akhirnya menghasilkan aku. Aku hadir dengan kepolosan dan ketidaktahuan tentang dunia luar dan masalah-masalah yang menghadangnya. Lima tahun aku menghurup udara dunia dengan keceriaan khas anak-anak. Tertawa, berlari dibawah guyuran hujan deras, menyusuri kali yang mengayunkan sebatang gedebong pisang hasil memandikan orang mati. Tertawa dan tertawa. Lepas. Tanpa beban. Hingga akhirnya aku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak bisa menahan diri untuk tak menangis seperti orang gila. Aku dan dia terpaksa terpisah. Ia terpaksa meninggalkanku demi kebahagiaanku. Aku terpisah olehnya. Seseorang yang selalu menyuapiku saat ku ingin makan. Seseorang yang selalu memandikanku saat ku belum bisa mandi sendiri. Seseorang yang, aku sayang.
Terdamparlah aku disini. Bersama seorang tua yang berusaha menenangkan kondisiku yang masih liar baginya. Tangis dan air mata tak henti-hentinya berhenti keluar dari mataku. Aku masih merindukan sosok wanita itu. Dimana dia? Mengapa ia tak ikut denganku?
Proses penjinakkan atas diriku berjalan lancar. Seiring berjalannya waktu, aku tidak lagi menangis mengingat sosok wanita itu seperti dulu. Aku sudah menginjak usia sekolah. Bermain seperti biasa dengan kawan-kawan baru disini. Kembali tertawa, meski tak dapat kembali berlari dibawah derasnya hujan yang menyiram bumi. Tak dapat lagi berlari dibawah hujan sambil menyusuri panjangnya kali. Aku sedikit merasa terkekang. Tak boleh pergi jauh-jauh. Tak boleh melakukan ini-itu yang dapat membahayakan diriku.
Lama aku tak mendengar kabar wanita yang dulu rajin menyuapiku. Aku kini dekat dengan sosok wanita tua yang melahirkan sosok pria yang tengah merantau di kota. Pria itu pulang jika ada event-event tertentu. Seperti acara keluarga, atau bahkan setahun sekali saat idul fitri menjelang. Aku jarang menjalin kontak dengannya. Hanya yang aku tahu, aku menghubunginya jika aku menginginkan sesuatu.
Kini aku tlah tumbuh dewasa. Pikiranku pun sudah jauh memikirkan nasibku sendiri kedepannya. Meski aku seorang perempuan, tidak mungkin aku terus menggantungkan hidup pada mereka –wanita tua dan pria itu-. Ditambah lagi, kini ada orang lain yang mendampingi pria itu. Orang lain yang sejak dulu ku sadar, bahwa cepat atau lambat ia pasti hadir. Mengisi kekosongan hidup pria itu selama bertahun-tahun.
Pikiranku melayang ke kampung dimana aku dulu berlari dibawah hujan deras. Ke kampung dimana sesosok wanita paruh baya tengah menyiapkan masakkan untukku. Ke kampung dimana aku merasa sangat canggung saat aku kembali kesana sepuluh tahun setelah aku pergi dan terdampar disini. Ke kampung dimana seingatku suasananya tidak banyak berubah. Orang-orangnya yang ramah, dialeg mereka yang kental akan bahasa Betawinya, hingga gundukkan-gundukkan tanah berisi jasad masusia yang masih terhampar di sekitar rumah-rumah penduduk. Masih belum banyak yang berubah. Namun, aku, malah merasa canggung untuk menghadapi mereka kembali setelah sepuluh tahun sebelumnya, bahkan kepada wanita paruh baya itu sekalipun.
Pikiranku kembali kesini. Ke tempat ini. Ke kamar ini. Ke tanggal, bulan dan tahun ini.
Terdengar suara tangis balita yang tak bisa jauh dari ibunya. Terdengar suara ayahnya yang sedang bermain dengannya. Terdengar suara neneknya yang juga sedang bermain dengannya. Tawa mereka adalah hidupku. Tawa ayah dan nenekku. Sedang balita itu dan ibunya? Entah. Sampai saat ini, aku masih belum dapat menerima semuanya. Meski dihadapannya aku terbuka, namun masih ada yang mengganjal dalam hati ini. Mengapa bukan wanita yang benar-benar ibuku yang menempati posisinya mendampingi ayahku? Mengapa harus orang lain yang bertransformasikan statusnya menjadi istri ayahku sekaligus sebagai ibuku? Aku masih belum bisa terima. Jika saja ini bukan karena ayahku, tentu aku tidak akan mau.
Yang aku tahu dan yang selalu terpatri dihatiku, ibuku memang ada 2, yaitu Suniah dan Salimah. Ibu kandungku dan nenekku yang selama ini membesarkanku disini. Tiada lain tiada bukan. Tiada tambahan. Dan dia, tetap menjadi orang lain yang berubah status menjadi istri ayahku tanpa bisa menggantikan posisi ibu-ku.
Ya Allah... aku berharap, kisah cinta ayah dan ibuku, kelak tidak akan terulang kembali padaku. Aku ingin kisah cinta yang sempurna tanpa ada perpisahan keculai karena ajal.

Rabu, 17 Oktober 2012

Dunia Fantasi


Alunan lagu berjudul I Get Weak tanpa perincian singer-nya di perangkat komputerku beradu bersama gemericik hujan di luar kamar. Terkadang, gemuruh halilintar pun turut meramaikan riuhnya malam ini. Aku bersama bayanganku yang senantiasa mendampingiku sedang merasa jengah. Jengah terhadap semua hal. Tidak begitu mengerti atas apa yang telah terjadi. Dan tak akan pernah mengerti atas apa yang akan terjadi.
Semua terjadi sesuai kehendak-Nya. Aku tahu itu. Apa-apa yang telah atau akan terjadi di dunia pasti telah diatur-Nya. Termasuk selembar daun kering yang jatuh tertiup angin sekalipun. Karena apa-apa yang terjadi di dunia, tidak pernah luput dari pengawasan-Nya.
Aku bangkit dan menatap wajah yang kini beradu pandang denganku. Wajah itu terlihat sayu, tak semangat. Jelas sekali terlihat kelelahan, kekecewaan dan tanda tanya besar di wajahnya yang tak begitu bersinar. Aku berusaha mengatakan bahwa ia tak perlu kecewa, karena selama ini setidaknya ia selalu mendapatkan apa yang ia mau. Namun, ia justru tersenyum kecut. Memandang apatis ke arahku.
Mataku berusaha masuk ke matanya yang hitam. Berusaha mengetahui apa yang tengah dilihatnya sehingga ia tak memerhatikanku. Terus masuk. Dan masuk. Dan, hop! Aku sampai di dunia fantasinya. Disana, aku melihat banyak benang warna-warni. Ada yang tergulung rapi, namun tak sedikit yang semerawut.
Terus menelusuri dunia fantasinya yang berwarna. Bahkan, lebih berwarna dari dunia nyatanya. Disana aku menemukan banyak sekali orang kembar. Entah kembar berapa. Ada yang kembar dua, empat, enam belas, dua empat, enam empat, seratus, seratus empat...
Aku lelah. Aku ingin keluar dari dunia fantasinya yang sangat kontra dengan dunia nyata. Aku jemu, namun terperangkap. Tak dapat keluar. Dan aku, seketika ingin tidur agar terlupa semua hal tentang dunia fantasi itu. Dan ingin menyadarkannya bahwa khayalan tetaplah khayalan yang tak akan pernah berganti nama menjadi nyata.

Minggu, 14 Oktober 2012

Sedikit Biodata


Terlintas di kepala buat nulis biodata aku yang sebenernya nggak penting, tapi harus ditulis.
Ayu Rizki Susilooooo, okeh, sebenernya, bukan itu juga nama yang dikasih mamah-papah (ciyeeh...) Ibu-Bapak aku. Ayu Rizki Susilowati, itu nama yang bener sesuai Ijazah SD, SMP, SMA. Manusia nggak seberapa, tiada sempurna, penuh dengan kesalahan dan kekurangan sana-sini, yang terjebak dalam jurang keGURUan sejak pertengahan 2010 silam di tempat yang katanya ‘Kampus Hijau’ tapi tetep aja gersang ini.
Manusia yang doyan menyelam dalam lautan luka dalam ini adalah penggemar boyband asal Inggris. ONE DIRECTION. Manusia ini ngaku-ngaku sebagai VERIFIED DIRECTIONER atau sebutan untuk fans One Direction, padahal, playlist lagunya 1D (sebutan One Direction,-red-) di androidnya nggak ada satu album Up All Night. Katanya sih, diantara semua personel 1D yang kece-kece itu, dia paling suka sama Zayn Malik! Kenapa? Ya, sudah pasti karena doi Muslim, bray. Yaps! Diantara kelima personel 1D >> Liam, Louis, Harry, Nial dan Zayn, alhamdulillah, si ganteng Zayn-lah seorang Muslim ^_6
Selain hobi menyelam dalam lautan luka dalam, ini manusia satu juga hobi banget ngemil butiran debu. Dia juga doyan banget menghayal. Ada kesempatan sedikit buat ngelamun, langsung deh pikirannya mengembara entah kemana. Menghayal sesuatu yang indah-indah yang terkadang sulit buat dia dapetin. Karena hayalannya itulah, dia nyoba mengaplikasiinnya di laptop yang sebagian besar berisi file pribadi dia yang masih alay itu.
Kuliah di keguruan bukanlah hal yang gampang bagi dia. Apalagi Guru SD, bray. Dia sadar, sangat sadar kalo dirinya lemah sama anak kecil. Nggak sabaran. Dia nggak bisa bayangin kalo besok udah jadi guru, bukannya mengajar ‘I-EN-I-NI = INI’ malah jadi “Anak-anak, follow twitter ibu, yaa, @yurizkisusilo. Mau folback? Mention ajaaahhh...” #krik. 
Si android user satu ini juga mencintai HH yang sekarang dia pake. Walaupun dia bukanlah sang Hi-Tech yang seneng oprek-oprek. Dia seneng banget mention ke akunnya @DroidIndonesia. Entah mention nanyain hal gak penting sampe hal yang gak masuk akal.
Manusia petidaknyuka warna pink ini, suka banget nulis diary. Jadi, dia baru beli buku diary baru abis lebaran kemaren. Lucu, ada gemboknya kecil. Diarynya bermotif Angry Bird dengan kotak kecil sebagai tempat aman bagi dia menyembunyikannya dari orang lain, apalagi orang yang ia suka.
Yaps! Manusia yang punya kekurangan, kelemahan dan kesalahan sana-sini ini juga bisa naksir orang. Orang yang mungkin tidak beruntung itu adalahhh... ‘Jengg jeeeenggg!!’ Ya, benar. Kamu. Iya, kamu, tahu! Kamu udah tahu, kan, kalo aku sering nulis di blog ini tentang kamu? Ya, udah. Terus kenapa? Nggak suka, aku nulis tentang kamu tanpa seizin kamu? Ngelanggar hak cipta? Ups, sorry, kebawa suasana.
Yaudah lah yaa, nggak penting juga buat tahu identitas si manusia nggak seberapa yang doyan ngemil butiran debu ini. Enough. Wassalamu’alaikum.